makalah tentang shalat khusyu'




SHALAT KHUSYU’

makalah

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mata kuliah Tafsir 1

dosen pembimbing :
Dr. H. Ahmad Yasa, M. Ag




Oleh :
Nizar Mauludin
PAI



FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Mah Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Shalat Khusyu’”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir. Dalam makalah ini membahas tentang pengertian khusyu’, shalat, khusyu’ dalam shalat, dan dalil tentang shalat khusyu’ serta hikmah dan kiat-kiat agar mencapai shalat khusyu’.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Yasa selaku dosen mata kuliah  Tafsir yang telah memberikan tema yang kami dapatkan. Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT selalu meridhai segala usaha kita. Amin.







Penyusun
Bandung, Desember 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Shalat adalah ibadah yang sangat istimewa dalam Islam. Istimewa  karena shalat menjadi tiang agama, menjadi pembeda antara orang Muslim  dan orang kafir serta menjadi penentu diterima atau tidaknya amalan selain shalat. Sesungguhnya shalat merupakan rukun agama terbesar yang bersifat  praktik (amali), sedangkan di antara hal yang amat dituntut di dalam pelaksanaan shalat ialah khusyu’ Ibadah shalat juga merupakan sarana untuk berdialog dengan Allah, sarana untuk membangun manusia menjadi taqwa, sarana untuk berdzikir kepada Allah, sarana untuk membangun manusia menjadi orang yang mampu mencegah fahsya’ dan munkar juga sebagai sarana untuk mohon pertolongan- Nya. Shalat menurut pandangan Islam merupakan bentuk komunikasi  manusia dengan Khaliknya. Komunikasi ini dimaksudkan untuk bertawajjuh (menghadap) sungguh-sungguh dan ikhlas kepada Allah SWT. Di samping itu, shalat dimaksudkan juga untuk meneguhkan keesaan Allah, tunduk dan patuh terhadap perintah-perintah dan larangan-Nya.
Lebih lanjut, shalat juga merupakan bukti syukur yang tulus kepada Allah atas curahan nikmat-nikmat-Nya yang tak terhingga, dan juga merupakan pembersih bagi jiwa manusia dari dosa-dosa dan kesalahan yang dilakukan siang dan malam. Bahkan shalat juga dapat mencegah seseorang dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Ada keterkaitan yang kuat antara shalat dan al-Qur'an. Hal ini terbukti antara lain, bahwa kata al-Qur'an kadang-kadang dipakai untuk menyebut kata shalat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 78:

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu oleh disaksikan (oleh malaikat).(QS. al-Isra’: 78)

Shalat sesungguhnya juga merupakan cermin keimanan bagi seorang mukmin. Ia merupakan sentuhan kasih sayang, sentuhan yang lembut yang mampu membuka hati, dan menembus Dzat Yang Maha Tinggi. Maka tujuan yang dimaksud dari shalat bukan sekedar gerakan-gerakan badan, tetapi tujuan yang hakiki adalah adanya keterkaitan hati dengan Allah SWT. Itulah pelaksanaan shalat yang hakiki dan sempurna.
Shalat merupakan proses transendensi (berpindahnya jiwa) menuju Tuhan dengan menyebut nama Allah dan bermunajat kepada-Nya. Ia merupakan bentuk komunikasi yang sempurna antara hamba dan Tuhannya. Karena kedudukan shalat begitu agung dan tinggi menurut Allah, maka tidak diragukan bagi seorang Muslim untuk memperhatikan pentingnya shalat. Karenanya ia wajib melaksanakan shalat secara benar dan sempurna. Jika selama ini problem umat Islam kebanyakan adalah mereka tidak mau shalat, maka sesungguhnya problem bagi mereka yang sudah shalat adalah bahwa mereka belum dapat merasakan khusyu’ dalam menjalankan shalat. Banyak umat Islam yang belum mampu shalat secara khusyu’, sehingga kalaupun mereka sudah melaksanakan shalat, tetapi kosong dari kekhusyu’an. Jadi, seolah-olah shalat hanya mengikuti kebiasaan saja dan kering dari makna ibadah. Padahal khusyu’ itulah buah dari ibadah yang hakiki, dan buah dari mengenal Allah dan kitab-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 45-46:

“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah: 45-46)

B.   RUMUSAN MASALAH
Mengacu dari latar belakang penulis dapat merumuskan dengan beberapa poin diantaranya:
1.     Apa itu shalat khusyu ?
2.     Apa yang menjadi pentingnya shalat kkhusyu’ ?
3.     Bagaimana kiat kiat agar kita khusyu’ dalam shalat ?
4.     Apa hikmah dari shalat khusyu’ ?
C.   TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan diatas penulisan ini bertujuan agar bisa menjawab dari rumusan-rumusan yang telah di cantumkan. Serta dapat memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Tafsir” paada semester ganjil.




BAB II
PEMBAHASAN
SHALAT KHUSU’

A.    PENGERTIAN SHALAT KHUSYU’
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology (istilah), para ahli Fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan’(Sidi Gazalba,88).
Secara hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada Allah,secara yang mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan’ (Hasbi Asy-syidiqi,59)
Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Basyahri Assayuthi,30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah Suatu ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri secara lahir batin kepada Allah dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.
Khusyu' adalah buah dari iman kepada-Nya dan sholat yang benar bukan sekedar memahami makna sholat dari takbir hingga salam.
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga tak mengerti apa yang kamu ucapkan." (QS. An-Nisa 4 : 43). Tetapi hati juga hadir merasakan, menikmati setiap gerak dari takbir hingga salam dalam tatapan Allah, perhatian Allah dan pendengaran Allah.
"Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sholat) dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu diantara orang-orang yang sujud " (QS. Asy-Syu'ara: 218-219) Dan puncak dari kekhusyu'an adalah akhlakul karimah. Inilah inti ibadah, doa zikir dan ilmu. Imam Ali berkata "Sungguh orang berdusta di pagi hari tidak akan khusyu' sholat di siang hari " Betapa hebatnya pengaruh dusta terhadap sholat. Ringkasnya, sholat yang khusyu' akan melahirkan akhlak yang mulya, dan akhlak yang mulya buah dari kekhusyu'an. Buku akhifillah Abu Sangkan ini menghantarkan pengetahuan menuju kekhusyu'an.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan bahwa Khusyu' adalah: "Ketenangan, tuma'ninah, pelan-pelan, ketetapan hati, tawadhu', serta merasa takut dan selalu merasa diawasi oleh Allah ‘Azza wa Jalla."
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa Khusyu' adalah: "Menghadapnya hati di hadapan Robb ‘Azza wa Jalla dengan sikap tunduk dan rendah diri." (Madarijusslikin 1/520 )
Definisi lain dari khusyu' dalam shalat adalah: "Hadirnya hati di hadapan Allah Subhânahu wa Ta'âla, sambil mengkonsertasikan hati agar dekat kepada Allah Subhânahu wa Ta'âla, dengan demikian akan membuat hati tenang, tenangnya gerakan-gerakannya, beradab di hadapan Robbnya, konsentrasi terhadap apa yang dia katakan dan yang dilakukan dalam shalat dari awal sampai akhir, jauh dari was-was syaithan dan pemikiran yang jelek, dan ia merupakan ruh shalat. Shalat yang tidak ada kekhusyukan adalah shalat yang tidak ada ruhnya." (Tafsir Taisir Karimirrahman, oleh Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa'di)
B.     DALIL TENTANG SHALAT KHUSYU’
Diantara nash-nash yang berbicara tentang tuntutan khusyu didalam shalat ini :
Artinya, ”(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya”. (QS. Al Mukminun : 2)
Artinya : ”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”. (QS. Al Baqoroh : 45)
“Peliharalah semua sholat(mu) dan (peliharalah) sholat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam sholatmu) dengan khusyu’.” (Q.s. Al-Baqarah: 238)
Diantaranya pula, hadits ’Uqbah bin ’Amir bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda, ”Tidaklah seorang muslim berwudhu lalu membaguskan wudhunya kemudian berdiri melakukan shalat dua raka’at dengan ketundukan hati dan wajahnya kecuali wajib baginya surga”. (HR. Muslim)
Dari Utsman berkata,”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang muslim mendatangi shalat wajib lalu membaguskan wudhu, khsuyu dan ruku’nya kecuali ia menjadi pelebur dosa-dosanya yang lalu kecuali dosa besar. Dan itu berlaku sepanjang masa”. (HR. Muslim)
C.     PENTINGNYA KHUSYU' DALAM SHALAT.
Khusyu' merupakan perkara agung, cepat sirnanya dan jarang keberadaanya ditemukan, khususnya di akhir zaman ini yang penuh dengan berbagai macam fitnah dan godaan, baik godaan dari manusia maupun godaan dari syetan yang berupaya memalingkan manusia dari kekhusyukan.
Jauhnya manusia dari kekhusyukan dalam melaksanakan shalat, hal ini adalah benar adanya, bahkan seorang sahabat besar yang bernama Huzaifah ibnu Yaman radhiyallahu 'anhu telah menggambarkan: "Yang pertama kali yang akan hilang dari agamamu adalah khusyuk', dan hal yang terakhir yang akan hilang dari agamamu adalah shalat. Betapa banyak orang shalat tetapi tiada kebaikan padanya, hampir saja engkau memasuki masjid, sementara tidak ditemukan diantara mereka orang yang khusyuk." (Madarijussalikin, Imam Ibnul Qayyim 1/521)
Bila kita tanyakan dan kita pantau shalat yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka jawabannya adalah mereka jauh dari kekhusyukan. Fikiran mereka menerawang entah kemana, hati mereka lalai, bahkan was-was dari syetanpun muncul tatkala mereka melaksanakan shalat, Oleh karena itu pembahasan seputar tentang shalat khusyuk ini merupakan pembahasan yang sangat penting sekali, dan dibutuhkan oleh kaum muslimin yang ingin meningkatkan kualitas ibadah shalatnya. Dimana hal ini akan membawa mereka kepada kebahagian dan kemenangan, sebagaimana yang telah disebutkan Allah Subhânahu wa Ta'âla di dalam al-Qurân: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu' dalam shalatnya." (QS. al-Mu'minuun: 1-2)
D.    LETAK KHUSYU'
Tempat khusyu' adalah di hati, sedangkan buahnya akan tampak pada anggota badan. Anggota badan hanya akan mengikuti hati, jika kekhusyukan rusak akibat kelalaian dan kelengahan, serta was-was, maka rusaklah ‘ubudiyah anggota badan yang lain. Sebab hati adalah ibarat raja, sedangkan anggota badan yang lainnya sebagai pasukan dan bala tentaranya. Kepadanya-lah mereka ta'at dan darinya-lah sumber segala perintah, jika sang raja dipecat dengan bentuk hilangnya penghambaan hati, maka hilanglah rakyat yaitu anggota-anggota badan.
Dengan demikian, menampakkan kekhusyukkan dengan anggota badan, atau melalui gerakan-gerakan, supaya orang menyangka bahwa si fulan khusyu', maka hal itu adalah sikap yang tercela, sebab diantara tanda-tanda keikhlasan adalah menyembunyikan kekhusyukan.
Suatu ketika Huzaifah bin Yaman radhiyallahu 'anhu berkata: "Jauhilah oleh kalian kekhusyukan munafik, lalu ditanyakan kepadanya: Apa yang dimaksud kekhusyukan munafik? Ia menjawab: "Engkau melihat jasadnya khusyu' sementara hatinya tidak".
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah membagi khusyu' kepada dua macam, yaitu khusyu' nifaq dan khusyuk iman.
Khusyu' nifaq adalah: "Khusyu' yang tampak pada permukaan anggota badan saja dalam sifatnya, yang dipaksakan dan dibuat-buat, sementara hatinya tidak khusyuk."
Khusyuk iman adalah: "Khusyuknya hati kepada Allah Subhânahu wa Ta'âla dengan sikap mengagungkan, memuliakan, sikap tenang, takut dan malu. Hatinya terbuka untuk Allah Subhânahu wa Ta'âla, dengan keterbukaan yang diliputi kehinaan karena khawatir, malu bercampur cinta menyaksikan nikmat-nikmat Allah ‘Azza wa Jalla dan kejahatan dirinya sendiri. Dengan demikian secara otomatis hati menjadi khusyu' yang kemudian diikuti khusyu'nya anggota badan."
E.     HUKUM KHUSYU' DALAM SHALAT.
Menurut pendapat yang kuat, bahwa khusyu' dalam shalat hukumnya wajib. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam menafsirkan firman Allah Ta'âla: "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu lebih berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." (QS. al-Baqarah: 45)
Beliau rahimahullah mengomentari ayat tersebut dengan mengatakan: "Ayat tersebut mengandung celaan atas orang-orang yang tidak khusyu' dalam shalat, celaan tidak akan terjadi kecuali karena meninggalkan perkara-perkara penting atau wajib, atau karena keharaman yang dilakukan".
Kemudian bila kita lihat dalam al-Qurân Allah Subhânahu wa Ta'âla menjelaskan sifat-sifat calon penghuni surga firdaus: "Sungguh beruntunglah orang yang beriman, yaitu mereka yang khusyu' dalam shalatnya." (QS. al-Mu'minuun: 1-2), pada ayat ke 11 Allah Subhânahu wa Ta'âla memberikan isyarat, (bagi orang yang khusyu'), dengan mengatakan: "Mereka itulah, orang-orang yang mewarisi Surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya." (QS. al-Mu'minuun: 11)
Melalui ayat tersebut Allah Subhânahu wa Ta'âla mengabarkan bahwa mereka (orang yang khusyu') adalah calon pewaris Jannatul Firdaus. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa selain mereka tidak layak mewarisinya. Meraih surga bagi seorang muslim hukumnya adalah wajib, maka jalan atau wasilah untuk mencapai surga tersebut hukumnya juga wajib, dan shalat yang khusyu' hukumnya ikut menjadi wajib karena merupakan salah satu sarana untuk meraih surga firdaus.
F.      KIAT-KIAT AGAR SHALAT KHUSU’
Betapa banyak manusia yang tergoda oleh tipuan setan sehingga dalam melakukan shalatnya tidak lagi dapat berkonsentrasi (khusyu'). Bahkan khusyu' dalam shalat meupakan perkara yang pertama kali dicabut oleh Allah dari permukaan bumi, padahal kita kini hidup pada akhir zaman. Keadaan ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Hudzaifah Radhiyallhu 'anhu: "Mula-mua sesuatu yang kamu kehilangan dari agamamu adalah kekhusyuan. Sedangkan yang terakhirnya adalah shalat. Mungkin seseorang yang mengerjakan shalat, tetapi tidak mendapat kebaikan. Hampir-hampir kamu masuk masjid, tetapi tidak kamu jumpai orang-orang yang shalat dengan khusyu'."
Dibawah ini ada kiat-kiat untuk menjadikan shalat kita khusyu:
1)      Persiapan Diri Untuk Shalat
Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal. Diantaranya menjawab seruan adzan dan dilanjutkan dengan berdoa sesudah adzan, menyempurnakan wudhu, menyiapkan diri untuk shalat dengan memilih pakaian yang bagus dan harum, bersegera pergi menuju masjid dengan ketenangan, menunggu shalat berjamaah dimulai dan segera melurus-rapatkan shaf (barisan) karena setan selalu mencari celah-celah untuk dilaluinya.
2)      Thuma'ninah dalam Shalat
Orang yang tidak melakukan thuma'ninah dalam shalatnya, tidak mungkin dapat mencapai kekhusyuan, karena shalat yang dikerjakan dengan cepat-cepat dapat menghilangkan kekhusyuan dan dapat menghilangkan pahala."Sejahat-jahat manusia adalah pencuri, yaitu orang yang mencuri dari shalatnya." Qatadah bertanya,"Ya Rasulullah, bagaimana ia bisa mencuri shalatnya?" Beliau menjawab."Ia tidak emnyempurnakan ruku dan sujudnya." (Ahmad)
3)      Mengingat mati dalam shalat
"Ingatlah kematian dalam shalatmu, karena apabila seseorang mengingat kematian dalam shalatnya, sudah pasti ia akan berusaha keras untuk menyempurnakan shalatnya. Dan, shalatlah kamu seperti shalatnya seseorang yang tidak membayangkan bahwa dirinya bisa mengerjakan shalat sesudah itu." (As-silsilah Ash-Shahihah oleh Albani)
4)      Menghayati ayat-ayat dan  zikir yang dibaca serta berinteraksi dengannya
Diantara  hal-hal yang dapat membantu kita menghayati al-Quran adalah membaca ayat-ayat al-Quran secara berulang-ulang sambil membiasakan diri mengamati artinya. Selain itu, hal lain yang dapat mebantu kita agar dapat menghayati ayat-ayat al-quran adalah dengan mengadakan interaksi dengan ayat-ayat tersebut. Juga diantara hal-hal yang dapat membantu penghayatan (terhadap ayat-ayat yang dibacanya) adalah membaca al-quran  dan berbagai macam dzikir yang terdapat pada rukum-rukun shalat dengan segala variasinya. Setelah dihafal maka dibaca, direnungkan dan difikirkannya. Diantara bukti interaksi kita terhadap ayat-ayat al-quran ialah ketika kita mengucapkan amin setelah membaca al-Fatihah. Atau seperti apa yang diriwayatkan Hudzaifah,"Pada suatu malam saya shalat bersama Rasulullah. Beliau membaca al-Quran dengan perlahan-lahan. Apabila melewati ayat yang mengandung tasbih, beliau pasti mebaca tasbih. Apabila melewati ayat yang berisikan permohonan (kepada Allah), belaiu memohon. Dan, apabila melewati ayat yang berisikan permohonan perlindungan beliau pasti memohon perlindungan (kepada Allah)." (Muslim)
5)      Mentartil bacaan ayat per ayat
Metode memotong bacaan ayat per ayat dilakukan untuk lebih mempercepat memahami sekaligus menghayati ayat-ayat tersebut. Bahkan hal yang demikian itu merupakan Sunnah Nabi sebagaimana yang dituturkan oleh Ummu Salamah mengenai bacaan Rasulullah, "Bismillahirrahmaanirrahiim." Dalam satu riwayat disebutkan," Kemudian beliau berhenti sejenak, lalu membaca alhamdu lillahi rabbil 'alamiin, kemudian berhenti. Setelah itu membaca ar-rahmaanir rahiim." Dalam riwayat yang lain disebutkan,"Kemudian beliau berhenti, lalu membaca maaliki yaumid diin, sambil memutus-mutuskan ayat demi ayat."
6)      Membaca dengan tartil dan memperbagus suara bacaannya
Membaca al-Quran dengan tartil dan perlahan-lahan itu lebih mendorong si pembacanya untuk menghayati dan bersikap khusyu. Keadaan yang demikian itu berbeda dengan membaca secara cepat den tergesa-gesa. Yang juga dapat membantu kekhusyuan dalam shalat adalah memperbagus suara bacaan. Hal ini bukan berrati melenggak-lenggokkan suara dan membaca berdasarkan bacaan orang lain yang tidak benar. Akan tetapi suara itu dikatakan indah bila disertai dengan bacaan yang mengandung kesedihan, seperti disabdakan Nabi,"Sesungguhnya di antara manusia yang suaranya bagus ketika membaca al-Quran adalah apabila kamu mendengar al-quran itu dibacanya, kamu mengira bahwa dia benar-benar takut kepada Allah." (Ibnu majah)
7)      Menyadari bahwa Allah pasti Mengabulkan doa dalam shalatnya
"Apabila salah seseorang diantaramu berdiri shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajah kepada Rabb-nya, maka hendaklah ia memperhatikan bagaimana cara bermunajah kepada-Nya (yang baik)." (Mustadrak al-Haakim)
8)      Shalat dengan Menghadap dan dekat kepada Tabir
"Apabila salah seorang dari kalian shalat, hendaklah ia menghadap ke arah tabir dan dekat kepadanya." (Abu Daud)
"Apabila salah seorang kamu shalat ke arah tabir hendaklah mendekatinya, maka setan tidak dapat memutus kan shalatnya." (Abu Daud)
9)      Meletakkan Tangan Kanan di atas Tangan Kiri di atas dada
Ibnu Hajar Rahimahullah berkata bahwa para ulama berkata,"Hikmah dari posisi tangan seperti itu ketika shalat adalah membuktikan sikap seseorang yang meminta dengan penuh kehinadinaan dan ketundukan. Keadaan seperti itu akan lebih mencegah dari sikap main-main (yang tidak ada kaiatannya dengan shalat) dan justru akan lebih mendekatkan kepada kekhusyuan."
10)  Memandang ke tempat sujud
"Apabila shalat, Rasulullah biasa menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tanah (ke tempat sujud)." (Hakim). Adapun dalam duduk Tasyahhud dianjurkan memandang ke arah jari telunjuk tangannya yang dipergunakan untuk isyarat sambil digerak-gerakkan.
11)  Menggerak-gerakkan jari telunjuk
Banyak sekali orang yang shalat mengabaikan masalah ini. Apalagi mereka tidak mengerti tentang manfaatnya yang begitu besar dan dampak positif yang ditimbulkan dalam rangka membantu tercapainya kekhusyuan. Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya menggerak-gerakkan jari telunjuk itu lebih dahsyat untuk mengalahkan syetan daripada besi." (Ahmad)
12)  Membaca beragam surat, ayat, zikir, dan doa dalam shalat
Hal ini sangat membantu untuk selalu memiliki perasaan baru dalam menerima kandungan ayat, zikir, dan doa yang dibacanya. Hal ini juga merupakan Sunnah Nabi bahkan lebih sempurna dalam mencapai kekhusyuan. Misalnya dalam doa iftitah, terkadang kita membaca: “Allahamumma naa'id baini wa baina khathaayaaaya kama baa'adta bainal masyriqi wal maghribi...”
Dilain kesempatan kita membaca: “Subhaanaka Allahumma wa bi hamdika wa tabaaraka ismuka wa taala jadduka wa laa ilaaha ghaairuka” atau disaat yang lain membaca: “Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samaawaati wal ardha haniifan . . .”
13)  Membaca Sujud Tilawah bila membaca ayat sajdah
Melakukan Sujud tilawah ketika shalat itu besar sekali gunanya karena dapat menambah kekhusyuan dalam shalat.
14)  Berlindung kepada Allah dari godaan syetan
Untuk menghadapi tipu daya setan, sekaligus untuk menghilangkan waswas yang dibisikkan oleh setan, nabi telah menunjukkan kepada kita terapi berikut ini: "Abul Aash berkata,"Ya Rasulullah, sesungguhnya setan telah menghalang-halangi antara aku dan shalatku serta bacaanku dan mengacaukannya terhadapku." Lalu Rasulullah bersabda,"Itulah setan yang dinamakan Khanzab. Jika kamu merasakan keberadaannya maka berlindunglah kepada Allah darinya dan meludahlah ke sebelah kirimu tiga kali." Kata Abul Aash," Lalu aku mengerjakan hal demikian itu, maka Allah menghilangkan hal itu dari diriku." (Muslim)
"Sesungguhnya apabila salah seorang kamu berdiri shalat maka datanglah setan untuk mengacaukan shalatnya dan membuatnya ragu sehingga tidak mengerti berapa rakaat dia telah mengerjakan shalat. Apabila salah seorang dari kamu merasakan demikian, hendaklah sujud dua kali dalam keadaan duduk."(Bukhari)
"Apabila salah seorang dari kamu mengerjakan shalat, lalu merasakan gerakan pada duburnya, apakah berhadats atau tidak, sehingga ia ragu-ragu maka sekali-kali janganlah keluar dari shalat (membatalkannya) sebelum mendengar (kentut) atau mencium baunya." (Thabrani)
15)  Merenungi ihwal orang-orang salaf dalam mengerjakan shalat
Hal ini dapat menambah kekhusyaun dalam shalat sekaligus dapat terdorong untuk mengikuti jejak mereka. Misalnya seperti ibnu Zubair Radhiyallahu 'anhu berdiri dala melaksanakan shalat, dia bagaikan sebatang kayu karena khusyuknya. Ketika dia sujud, manjanik 'peluru' musuh mengenai bagian dari pakaiannya, namun dia tidak mengangkat kepalanya. Sebagian mereka ada pula yang mukanya berubah menjadi kuning apabila ia berwudhu untuk menunaikan shalat. Ketika ditanyakan kenapa seperti itu, dia menjawab,"Aku mengerti bahwa aku akan berdiri di hadapan zat Yang Maha tinggi."
16)  Mengetahui  keistimewaan khusyu dalam shalat
"Sesungguhnya seseorang yang mengerjakan shalat, tidaklah dicatat baginya dari shalat kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya." (Ahmad)
"Siapa orang muslim yang waktu shalat wajib tiba lalu berusaha menyempurnakan wudhu, khusyu, dan rukunya, maka shalatnya itu menjadi penghapus dosa-dosa selama setahun selama dia tidak mengerjakan dosa besar." (Muslim)
17)  Bersungguh-sungguh dalam berdoa ditempat-tempat tertentu terutama dalam sujud
"Seseorang yang paling dekat kepada Allah ialah ketiak ia dalam keadaan sujud. Maka perbanyaklah berdoa (didalamnya)." (Muslim)
18)  Membaca dzikir-dzikir sesudah shalat
Jika kita mau mengamati dzikir-dzikir yang dibaca setelah shalat, akan kita dapatkan dzikir-dzikir tersebut dimulai dengan istighfar sebanyak tiga kali. Bacaan istighfar itu menggambarkan seolah-olah orang yang shalat itu memohon ampunan kepada Allah atas segala kekurangan yang dilakukannya selama shalat, atas usahanya yang belum optimal dalam mencapai kekhusyuan dalam shalat.
19)  Berusaha menghilangkan sesuatu yang dapat mengganggu orang shalat
Termasuk kategori semacam ini adalah berhati-hati melakukan shalat di tempat-tempat yang sangat gaduh dan bising karena disampingnya banyak orang yang ngobrol ke sana ke mari. Hendaknya menghindarkan diri dari melakukan shalat ditempat-tempat hiburan dan segala sesuatu yang dapat mengganggu pandangannya. Di samping itu, hendaknya juga menghindarkan diri dari melaksanakan shalat ditempat-tempat yang amat panas.
20)  Hendaknya tidak melakukan shalat dengan memakai pakaian yang ada hiasan, tulisan, warna-warni atau gambar-gambar yang mengganggu orang shalat
21)  Jangan shalat sementara hidangan telah tersedia
"Tidak (boleh) shalat sementara makanan telah tersedia di hadapannya." (Muslim)
22)  Jangan mengerjakan shalat shalat sambil menahan buang air
"Apabila salah seorang kamu hendak pergi ke jamban sementara shalat telah dimulai, maka hendaklah didahulukan pergi ke jamban." (Abu Daud)
23)  Hendaklah tidak mengerjakan shalat dalam keadaan mengantuk
"Apabila salah seorang dari kalian mengantuk, sedangkan ia mengerjakan shalat, maka hendaklah tidur hingga hilanglah kantuknya, karena apabila mengantuk maka ia tidak mengerti yang seharusnya ia beristighfar , namun nyatanya ia mencaci maki dirinya sendiri." (Bukhari)
24)  Hendaknya tidak shalat di belakang orang yang berbicara atau tidur
"Janganlah kamu melaksanakan shalat dibelakang orang yang sedang tidur dan jangan pula dibelakang orang yang sedang berbicara." (Abu Daus)
25)  Tidak Menyibukkan diri dengan meratakan kerikil/pasir/tanah (Tempat Sujud)
"Janganlah kamu menyapu (pasir) padahal kamu sedang shalat. Tetapi jika kamu perlu maka (boleh) menyapu sekali saja." (Abu Daud)
26)  Tidak mengganggu orang lain dengan bacaan (keras)
"Ketahuilah, sesungguhnya kalian sedang bermunajah kepada Allah, maka sekali-kali janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain dalam shalatnya, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaan terhadap sebagian yang lain." Atau beliau bersabda,"Janganlah sebagian dari kalian  mengeraskan suara dengan bacaan al-Quran." (Ahmad)
27)  Tidak Menoleh dalam Shalat
"Allah Azza wa Jalla senantiasa menghadap kepada seseorang yang tengah shalat selama ia tidak berpaling muka. Apabila ia berpaling muka maka Allah pun berpaling darinya." (Abu Daud)
28)  Tidak menengadahkan Pandangan
"Apabila salah seorang dari kalian sedang melaksanakan shalat maka sekali-kali jangan menengadahkan pandangannya agar penglihatannya tidak berkilau." (Ahmad)
29)  Tidak meludah ke arah depan ketika shalat
"Apabila seseorang dari kamu sedang shalat maka janganlah meludah ke depan karena Allah berada dihadapannya ketika ia sedang shalat." (Bukhari)
"Apabila salah seorang dari kalian berdiri shalat maka sebenarnya ia sedang bermunajah kepada Rabb-nya. Allah berada diantara dia dan kiblatnya. Janganlah meludah ke arah kiblatnya, tetapi hendaklah di sebelah kiri atau dibawah tumitnya." (Bukhari)
Apabila lantai masjid itu dilapisi sajadah dan sejenisnya sebagaimana yang kita saksikan pada zaman sekarang, maka bila dianggap perlu kita mengeluarkan sapu tangan atau sejenisnya lalu meludah ke dalamnya kemudian menyimpan sapu tangan tersebut.
30)  Berusaha secara maksimal untuk tidak menguap ketika shalat
"Apabila salah seorang dari kalian sedang menguap dalam shalat maka tahanlah semampu mungkin karena setan masuk (mengganggunya)." (Muslim)
31)  Tidak Berkacak Pinggang
"Nabi melarang orang shalat dengan berkacak pinggang." (Abu Daud)
32)  Tidak mengulurkan kain sampai ke tanah dalam shalat
"Rasulullah melarang mengulurkan kain sampai ke tanah ketika shalat dan juga melarang seseorang menutup mulutnya." (Abu Daud)
33)  Tidak boleh meniru-niru Binatang
Larangan meniru-niru binatang mencakup beberapa sifat shalat dan gerakannya. Ada riwayat bahwa Rasulullah melarang tiga perkara dalam shalat: mematuk seperti burung gagak (rukuk dan sujudnya cepat), membentangkan tangan bagaikan binatang buas, dan menguasai tempat tertentu (di dalam masjid untuk shalat) seperti unta menderum. (Ahmad)
G.    HIKMAH SHALAT KHUSYU’
Hikmah dari shalat khusyu’ sebenarnya bisa membawa pengaruh pada sikap keseharian, contohnya dalam peningkatan etos kerja sehari-hari. Setidaknya ada tujuh hikmah yang bisa diperoleh dari shalat yang khusyu’, yaitu :
1)      Manajemen Waktu
Seseorang yang ahli shalat khusyu’ bisa dilihat dari cara menyikapi waktu. Dia menilai waktu sangatlah berharga sehingga tidak mau melakukan kesia-siaan. Dia akan melakukan hal yang bermakna. Begitu juga dalam dunia kerja, Orang yang khusyu’ shalat akan giat bekerja dan tidak malas-malasan karena akan menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk bekerja. Selain itu dia juga sangat efisien menggunakan waktu, dia bisa menyelesaikan pekerjaanya dengan waktu yang singkat dengan kualitas yang unggul.
Agar kita bisa mengoptimalkan waktu yang ada, ada lima kunci manajemen waktu, yaitu :
a.        Aku harus memacu percepatan diri, waktu adalah barang berharaga untuk  kujaga
b.        Aku harus memasuki system yang kondusif
c.        Aku harus berdaya saing sehat dan positif
d.       Aku harus mampu bersinergi (berjamaah). Seorang yang pintar bertemu dengan seorang yang pintar akan bertambah pintar.
e.         Aku harus pintar dalam manajemen kalbu (mampu mengendalikan hati)
2)      Manajemen Niat
Kunci keberhasilan setiap pekerjaan tergantung pada niat. Niat secara bahasa berarti menyengaja (al-qhasdu) untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut syara’ adalah tekad kesungguhan hati untuk mengerjakan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Niat merupakan salah satu syarat bagi sahnya shalat. Orang bisa mencapai khusyu’ dalam shalat tergantung dari niatnya. Maka dari itu niat merupakan hal awal sebelum melakukan suatu perbuatan. Begitu juga dalam dunia kerja, pekerjaan boleh sama namun hasilnya jelas berbeda tergantung pada niatnya. Niat tidak selamanya sejalan dengan apa ya ng diucapkan, tapi secara pasti bisa dilihat dari hasilnya.
3)      Manajemen sense of Clean
Tidak ada satupun yang melakukan shalat tanpa diawali dengan wudlu atau tayamum. Proses bersih dari awal merupakan kunci sukses shalat yang khusyu’. Niat lurus dalam aktifitas sehari-hari pun harus selalu dijaga kebersihan pikiran dan tingkah lakunya.
Mengenai kebersihan Rasulullah sendiri sudah mengajarkan kepada umatnya, yaitu melaukan siwak (siwakan) yang salah satu manfaatnya yaitu mempertajam kecerdasan dan daya ingat.
Begitu juga dalam dunia kerja, jika diterapkan bisa berarti kita harus mencari rezeki dengan jalan yang halal lagi bersih, sehingga akan mendatangkan berkah. Manajemen Sense of Clean yang tercermin dalam shalat khusyu’ juga mengandung arti “bersih pikiran dan hati”.
4)      Manajemen Disiplin atau Tertib
Shalat merupakan sarana untuk melatih sebuah kedisiplinan. Waktu sudah ditentukan secara pasti sehingga orang yang mampu melaksanakan secara disiplin akan menghasilkan pribadi-pribadi disiplin yang tinggi. Shalat juga harus dilakukan dengan teratur dari mulai wudlu hingga salam, ini menggambarkan betapa suatu keteraturan itu dimulai dari cara berfikir sampai pelaksanaanya.
Begitu juga dalm dunia kerja, seseorang yang melakukan pekerjaan harus tertib dan disiplin dalam menjalankanya sehingga akan menghasilkan suatu sesuai yang diinginkan. Hidup tertib teratur merupakan kunci sukses seseorang. Siapa saja yang hidupnya tidak teratur pasti akan mengalami masalah.
5)      Tuma’ninah
Tuma’ninah artinya tenang. Dalam shalat kita harus tuma’minah, Shalat tanpa tuma’ninah tidak akan ada artinya. Sholat yang khusyu’ itu gerakannya disempurnakan, hatinya hadir, dan pikiran tertuju hanya kepada Allah.
Kita sering melakukan sesuatu tapi pikiran kita tidak disana, hati kita tidak disana. Akibatnya apa yang kita lakukan tidak ada hasilnya (sia-sia). Begitu juga dalam dunia kerja, ketenangan sangatlah diperlukan. Kesuksesan hanya akan diraih orang yang memusatkan daya dan perhatianya pada apa yang ingin ia dapatkan. Tuma’minah dalam dunia kerja mengandung arti kesungguhan dan keseriusan dalam bekerja dan tidak menjadi ‘kutu loncat’ (berpindah kerja dari satu tempat ke tempat yang lain). Berikut ini dampak negatif jika menjadi ‘kutu loncat’ :
Ø  Memengaruhi Persepsi diri
Ø  Terkesan tidak kompeten
Ø  Terkesan tidak sesuai dengan pekerjaan anda
Orang yang khusyu’ dan tuma’ninah dalam shalat yaitu orang yang bisa menikmati shalatnya. Begitu juga dalam dunia kerja, tak lain adalah yang dapat menikmati pekerjaanya.
6)      Manajemen Siap dalam segala hal
Dalam shalat kita melakukan berdiri, rukuk, sujud. Ketika berdiri akal lebih tinggi dari hati, saatnya mengolah akal kita. Ketika ruku’ hati dan akal seimbang, ketika sujud akal tunduk kepada hati kita, tidak takabur akal dengan kecerdasannya.
Dalam dunia kerjapun tidak bedanya dengan diatas. Kadang beruntung (sikap berdiri), kadang hanya kembali modal (sikap ruku’), kadang juga rugi (sikap sujud) Semuanya bisa terjadi kapan saja tanpa diduga. Dari pernyataan diatas bisa kita simpulkan bahwa khusyu’ dalam shalat mengajarkan kita tentang bagaimana kiat-kiat menghadapi situasi yang yang tidak terduga tersebut untuk selalu siap dalam segala hal.
7)      Manajemen Salam
Shalat ditutup dengan salam. Dengan salam kita memberikan jaminan pada orang disekitar kita bahwa kita berharap keselamatan. Artinya seorang yang shalatnya khusyu’ akan menjaga tindakanya agar orang lain merasa aman oleh apapun yang dia miliki.
Manajemen salam adalah manajemen yang didalamnya tercermin jiwa penuh rasa kasih sayang. Dalam dunia kerja, nilai-nilai kasih sayang yang terkandung dalam salam sangat berguna untuk memajukan usaha. Manajemen salam selain itu tidak ubahnya dengan sistem keselamatan kerja. Dunia kerja yang tidak menerapkan prinsip-prinsip keselamatan kerja yang optimal, hanya akan membawa kerugian, bukan hanya harta tetapi juga nyawa.



BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa, Sesungguhnya shalat merupakan salah satu dari rukun Islam yang bersifat praktis dan amat besar pahalanya. karena itu, melakukan shalat disertai dengan penuh penghayatan dan kekhusyuan  sangat dianjurkan oleh syariat Islam. Hanya saja, untuk mencapai kekhusyuan dalam shalat itu  sangat berat sekali. Ini karena Iblis telah bertekad bulat untuk berusaha menggoda dan menyesatkan manusia, seperti yang terungkap dalam al-Quran,"Kemudian saya (Iblis) akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang, dari kanan dan kiri mereka." Dengan demikian, tipu daya Iblis yang paling hebat adalah berusaha memalingkan kekhusyuan umat yang tengah shalat dengan mempergunakan segala macam sarana (media). Di samping ia juga berusaha keras untuk menaburkan perasaan was-was ke dalam hati mereka ketika shalat. Dengan begitu, mereka tidak dapat lagi merasakan nikmatnya Ibadah shalat disamping tidak akan mendapatkan pahala dari Allah.
 




DAFTAR PUSTAKA
AI Qur'anul Karim, AI Qur'an clan terjemahannya. Departemen Agama
            Arif Wibisono, Psikologi Transpersonal, makalah dalam seminar Psikologi Islam di Solo. Tahun 2002.
Sayyid Quthub, Fitizilalil Qur'an. Penerbit Darul Asy SyurucI, Beirut.
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil- Qur'an, terjemahan bahasa Indonesia, Gema Insani Press. Tahun 2002.

Rosalind Widdowson, Neditasi, terjemahan Ricky Nalsya. Penerbit Inovasi. Tahun 2002.

Hidayat Nataatmadia DR, Inteligensi Spiritual. Perenial Press. Tahun 2001

Drs Sentot Haryanto. M.Si, Psikologi Shalat. Mitra Pustaka. Tahun 2003
Prof. HM Hembing Wijayakusurna, Hikmah Shalat untuk Pengobatan, Pustaka Kartini. Tahun 1994.
Tafsir jalalain berikut Asbabunnuzul, terjemahan bahasa Indonesia oleh Bahrun Abu Bakar,Lc. Penerbit Sinar Baru AI Gensindu.Th1999.

Abu Sangkan, Berguru kepada Allah. Penerbit Bukit Thursina. Tahun 2003.

Riyadlush Shalihin, terjemahan Salim Bahreisy. Penerbit PT. AI Ma'arif Bandung. Tahun 1889
Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandahlawi RA, Muntakhab Ahadits, terjemahan Muhammad Qosim Affirnori. Nabilindo. Tahun 2003

Terapi Air, terjemahan Sudarmadji Spd. Ladang Pustaka & Intimedia.
           
Ong Chu Hoo & Ricko Kandaus, Tai Chi Chuan. Pionir jaya, Bandung. Tahun 2001.
 Carl Gustav jung, Memperkenalkan Psikologi Analitis - Pendekatan terhadap Ketaksadaran, terjemahan & pendahuluan oleh G.Cremers.   Penerbit Gramedia, Jakarta. 1986.
 Ash Shabuni, Prof M. Ali, Shofwatu At Tafasir. Penerbit Darut Qur'anul Karim, Beirut.

1 komentar: